Konflik Kognitif
Definisi dari konflik
kognitif pada dasarnya sulit ditemukan dalam kamus-kamus literatur. Damon dan
Killen (1982) (Lee dan Kwon, 2001: 3) mengatakan, “Konflik kognitif tidak akan
dapat didefinisikan secara tepat.” Ada berbagai istilah yang digunakan yang
memiliki makna serupa dengan konflik kognitif, diantaranya: cognitive dissonance, cognitive gap,
conceptual conflict, discrepancy, disequilibrum, internal conflict, paradoxes,
psychic confllict, socio-dan cognitive conflict. Semuanya memiliki makna
yang serupa, seperti Smedslund menggunakan kata equilibration sebagaimana yang dideskripsikan oleh Piaget. (Lee dan
Kwon, 2001: 4)
Akan tetapi dalam
pengertian yang sederhana, ketika terdapat perbedaan pendapat atau paham antara
dua kelompok yang menimbulkan pertentangan antara keduanya, maka dikatakan
terjadi konflik antara dua kelompok tersebut. Begitu pula dalam diri manusia,
ketika terjadi kebimbangan dalam memilih satu dari banyak pilihan maka telah
terjadi konflik dalam dirinya. Konflik seringkali terjadi ketika seorang
individu akan membuat keputusan atau memberi jawaban dengan alasan-alasan yang
logis.
Dalam konteks
pembelajaran, konflik sering terjadi jika pengetahuan yang sudah dimiliki
bertentangan dengan informasi atau pengetahuan yang baru sehingga terjadi
kebimbangan dalam menentukan jawaban dan memberikan argumen. Mengambil
keputusan atau memberikan jawaban terhadap sebuah pertanyaan tentunya melibat
kognitif dari individu. Dalam situasi konflik yang terjadi sehubungan dengan
kemampuan kognitif individu, dimana individu tidak mampu menyesuaikan struktur
kognitifnya dengan situasi yang dihadapi dalam belajar, maka dikatakan bahwa
ada konflik kognitif dalam diri individu tersebut. (Ismaimuza, 2008: 155)
Baca juga: KUMPULAN RPP DAN LKS MATEMATIKA KELAS 7
Baca juga: KUMPULAN RPP DAN LKS MATEMATIKA KELAS 7
Dalam situasi konflik
kognisi, siswa akan memanfaatkan kemampuan kognitifnya dalam upaya mencari
justifikasi, konfirmasi atau verifikasi terhadap pendapatnya. Artinya kemampuan
kognitifnya memperoleh kesempatan untuk diberdayakan, disegarkan, atau
dimantapkan, apalagi jika siswa tersebut masih terus berupaya. (Ismaimuza, 2008:
156)
Sebagaimana diuraikan
bahwa konflik kognitif dapat terjadi pada siswa, baik konflik kognitif pada
dirinya maupun yang timbul akibat interaksi suatu kelompok dengan
lingkungannya. Konflik kognitif dapat muncul dalam belajar ketika adanya
ketidak seimbangan antara pengetahuan yang dimiliki siswa dengan informasi baru
yang dihadapinya.
Terdapat pendapat
beberapa ahli yang mengungkapkan bagaimana konflik kognitif itu dibangun:
1.
Piaget mengemukakan tentang ketidakseimbangan kognitif, yaitu:
ketidakseimbangan antara struktur kognitif seseorang dengan informasi yang
berasal dari lingkungannya, dengan kata lain terjadi ketidakseimbangan antara
struktur-struktur internal dengan masukan-masukan eksternal.
2.
Hasweh mengemukakan tentang ketidakseimbangan kognitif atau konflik
metakognitif, yaitu: konflik diantara skemata-skemata dimana terjadi
pertentangan antara struktur kognitif yang lama dengan struktur kognitif yang
baru (yang sedang dipelajari atau yang dihadapi).
3.
Kwon mengemukakan tentang konflik kognitif, yaitu: konflik antara struktur
kognitif yang baru (menyangkut materi baru dipelajari) dengan lingkungan yang
dapat dijelaskan tetapi penjelasan itu mengacu pada struktur kognitif awal yang
dimiliki oleh individu. (Ismaimuza, 2008: 157)
Skema berikut menjelaskan secara sederhana mengenai konflik kognitif
menurut Kwon:
Perhatikan
gambar diatas. Bagian atas menggambarkan struktur kognitif seorang siswa, dan
bagian bawah menggambarkan stimulus-stimulus dari lingkungan. C1 merupakan
konsep awal yang dipahami oleh siswa, yang bisa jadi merupakan miskonsepsi. C2
adalah konsep yang baru akan dipelajari oleh siswa. R1 merupakan lingkungan
yang dapat dijelaskan dengan konsep C1, dan R2 merupakan lingkungan yang dapat
dijelaskan dengan konsep C2.(Kwon, 2001: 6 )
Terdapat
beberapa perbedaan antara konsep konflik kognitif Piaget dan Hasweh. Konsep
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah konsep yang diutarakan oleh
Hasweh yang telah diuraikan sebelumnya. Senada dengan pernyataan tersebut,
conflict III pada gambar terjadi karena adanya konflik antara konsep awal yang
ada pada siswa dengan konsep yang akan dipelajari. Ini juga dapat berarti
ketika akan mempelajari konsep yang baru, siswa merasa adanya ketidakcocokan
dengan konsep awal yang sudah dimilikinya.
Sebagai
contoh ketika siswa mempelajari peluang kejadian majemuk. Siswa sudah
mempelajari bagaimana peluang pengambilan acak suatu benda diantara kumpulan
benda-benda. Ketika siswa diberikan permasalahan berapa peluang munculnya 1
bola merah pada pengambilan pertama dan 1 bola merah pada pengambilan kedua tanpa
pengembalian dalam pengambilan acak diantara kumpulan 7 bola merah dan 4 bola
kuning, maka kemungkinan besar siswa akan menjawab peluangnya adalah 7/11 . Siswa beranggapan
permasalahan ini sama saja dengan pengambilan 2 bola merah secara sekaligus.
Ketika guru mengonfirmasi jawaban itu kurang tepat, siswa merasa bingung dengan
konfirmasi tersebut. Hal ini dapat disebabkan konflik antara konsep awal siswa
dan konsep yang akan dipelajari.
Baca juga: KUMPULAN RPP DAN LKS MATEMATIKA KELAS 8
Baca juga: KUMPULAN RPP DAN LKS MATEMATIKA KELAS 8
Penerapan Strategi Konflik Kognitif
Dalam Pembelajaran Matematika
Penerapan
strategi konflik kognitif dalam pembelajaran adalah mengondisikan kegiatan dan
lingkungan belajar siswa dengan tujuan menghadirkan suatu keadaan konflik
kognitif pada diri siswa. Dalam hal ini guru memiliki peran sebagai perencana,
pelaksana, dan pembimbing tetapi tidak banyak berperan langsung.
Kegiatan
pembelajaran dibagi kedalam 3 keadaan, yaitu: keadaan awal dimana siswa sudah
memiliki C1 yaitu pra-konsep atau konsep awal yang berhubungan dengan konsep
yang akan dipelajari, kemudian keadaan ketika mulai ada konflik antara konsep
yang telah dipahami dengan R2 yaitu keadaan atau lingkungan yang baru, dan
keadaan tiga adalah saat dimana siswa sudah dapat menyelaraskan konsep awalnya
dengan keadaan baru sehingga dapat menyimpulkan konsep atau pemahaman yang
baru.
Kurnia
(Wiradana, 2011: 14) menyatakan bahwa pembelajaran konflik kognitif menekankan:
(1) menggali konsep alternatif yang dimiliki siswa, (2) mempresentasikan
situasi yang tidak bisa dijelaskan dengan konsep yang ada, (3) menciptakan
konflik kognitif dengan situasi yang berlawanan dengan konsep alternatif siswa,
(4) menyiapkan konsep lain untuk menjelaskan situasi yang berlawanan dengan
konsep alternatif siswa, (5) mengaktifkan pembelajaran untuk membangun
pengetahuan siswa, (6) siswa berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya
untuk mengungkapkan ide mengenai situasi yang berlawanan dan memikirkan
solusinya, (7) konsep baru yang dimiliki ini akan membantu untuk menangani
masalah yang mungkin ditemui di kemudian hari.
Dari
pemaparan-pemaparan diatas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan
strategi konflik kognitif dalam pembelajaran Matematika terbagi kedalam
beberapa tahap, yaitu:
1)
Guru mengetes bagaimana dan sejauh
mana pra-konsep yang dipahami siswa melalui tanya jawab tentang fenomena yang
sederhana. Disini guru juga menggali apakah ada miskonsepsi dalam pemahaman
siswa;
2)
Kemudian guru memaparkan suatu
permasalahan yang dapat dijelaskan dengan konsep baru yang akan dipelajari.
Permasalahan yang dipaparkan sebaiknya adalah sesuatu yang bersifat dapat
diperagakan.
3)
Pada saat ini diharapkan sudah
terjadi konflik kognitif pada siswa. Sebaiknya siswa dibentuk dalam
kelompok-kelompok diskusi. Peran guru pada tahap ini adalah membimbing siswa
untuk dapat memberikan jawaban atau menjelaskan tentang lingkungan baru yang dipaparkan;
4)
Siswa sudah dapat mengambil
kesimpulan dari hasil diskusinya, kemudian guru memperjelas konsep atau
pengetahuan baru tersebut sehingga diharapkan tidak ada lagi miskonsepsi pada
siswa.
Model dari pembelajaran konflik
kognitif dapat dilihat pada:
Daftar Pustaka
Ahmad, Z. (2014). Perbandingan
Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP antara Yang Mendapatkan
Pembelajaran dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif Piaget dan Hasweh.
Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan.
Ismaimuza, D. (2008). Pembelajaran
Matematika dengan Konflik Kognitif. [Online]. Tersedia: http://core.ac.uk/download/pdf/11064525.pdf [14 November 2015]
Lee, G. & Kwon, J. (2001). What
Do We Know about Students’ Cognitive Conflict in Science Classroom: A
Theoretical Model of Cognitive Conflict Process. [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id
[15 November 2015]
Wiradana, I.W.G. (2011). Pengaruh
Strategi Konflik Kognitif Dan Berpikir Kritis Terhadap Prestasi Belajar IPA
Kelas VII SMP Negeri 1 Nusa Penida. [Online]. Tersedia: http://download.portalgaruda.org [15 November
2015]
--------Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[Online]. Tersedia: http://kbbi.web.id [17 November
2015]
[Tanpa Nama]. (t.t). Miskonsepsi dan
Konflik Kognitif. [Online]. Tersedia: http://bismillahinspirasimatematika.files.wordpress.com [14 November
2015]
Adinda Kamilah
terima kasih informasinya
BalasHapusSama sama, semoga bermanfaat ya :)
BalasHapusterima kasih ,,,,atas informasi nya
BalasHapusSama-sama, terima kasih sudah berkunjung. Saya juga menulis tentang media-media pembelajaran matematika. Silahkan berkunjung lagi ya, barangkali bermanfaat :)
Hapus